SKK Migas Pertahankan Gold Rank ASRRAT 2025, Komitmen Net Zero Emission Makin Nyata

img

KOMITMEN industri hulu minyak dan gas bumi terhadap keberlanjutan kembali mendapat pengakuan internasional. SKK Migas berhasil mempertahankan prestasi Gold Rank pada ajang Asia Sustainability Reporting Rating (ASRRAT) 2025, sebuah penghargaan bergengsi bagi organisasi yang konsisten menyampaikan laporan keberlanjutan berkualitas tinggi.

Pencapaian ini menegaskan bahwa upaya peningkatan produksi migas nasional berjalan seiring dengan komitmen terhadap keberlanjutan dan pengurangan emisi. Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto, menegaskan bahwa dual strategi ini tidak dapat dipisahkan.

“SKK Migas dan Kontraktor KKS sedang berupaya keras meningkatkan produksi dan lifting migas nasional. Namun keberlanjutan tetap menjadi prioritas karena rencana strategis kita juga mendukung target Indonesia mencapai net zero emission,” ujar Djoko setelah menerima penghargaan ASRRAT 2025, Jumat (28/11).

Djoko menambahkan bahwa penghargaan ini menjadi motivasi bagi SKK Migas dan Kontraktor KKS untuk terus melakukan inovasi dalam memperjuangkan isu keberlanjutan di setiap lini operasi industri hulu migas.

Sustainability Report sendiri merupakan dokumen yang merangkum kinerja organisasi dalam mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) dan disusun berdasarkan standar Global Reporting Initiative (GRI).

ASRRAT adalah ajang penilaian tahunan yang digelar oleh National Center for Corporate Reporting (NCCR) untuk mendorong perusahaan mempercepat dan meningkatkan kualitas pelaporan keberlanjutan. Tahun 2025, ASRRAT diikuti oleh 82 perusahaan dan organisasi dari Indonesia, Bangladesh, dan Filipina, dengan juri dari kalangan akademisi bersertifikasi di bidang sustainability reporting. SKK Migas tercatat telah meraih Gold Rank sebanyak tujuh kali.

Langkah Nyata Menuju Net Zero Emission

Industri hulu migas telah menjalankan serangkaian inisiatif untuk mengurangi emisi karbon, di antaranya:

peningkatan efisiensi energi, pengurangan emisi metana, minimisasi dan eliminasi flare gas menuju zero flaring, penerapan teknologi carbon capture, utilization, and storage (CCUS).

Proyek CCUS saat ini terus berkembang, seperti Ubadari di Tangguh serta pengembangan berikutnya di Abadi Masela. Teknologi CCUS sebenarnya bukan hal baru bagi Indonesia. Penerapan serupa pernah dilakukan dalam skema EOR CO₂ flooding di Lapangan Sukowati dan untuk pressure maintenance di Lapangan Banyu Urip ExxonMobil Cepu.

Indonesia memiliki potensi penyimpanan karbon yang sangat besar dan didukung regulasi yang semakin progresif. SKK Migas juga telah menerbitkan Pedoman Tata Kerja (PTK) sebagai panduan teknis proyek CCS dan CCUS di sektor hulu minyak dan gas, mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pelaporan, serta kewenangan pengawasan agar proyek berjalan aman, akuntabel, dan efisien.

Namun Djoko menegaskan bahwa kolaborasi menjadi faktor penentu keberhasilan.

“Meskipun iklim regulasi sangat mendukung, untuk mewujudkan proyek CCS/CCUS yang nyata masih diperlukan kolaborasi yang kuat antar seluruh pemangku kepentingan,” tutupnya.(mid)