Mahkamah Konstitusi Telah Menerima Tiga Permohonan Gugutan UU Cipta Kerja
(Mahkamah Konstitusi)
JAKARTA,
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima tiga gugatan mengenai Undang-Undang
Cipta Kerja. Dua permohonan meminta pengujian materiil dan sisanya pengujian
formil.
"Ada tiga pengajuan permohonan," kata Juru Bicara MK Fajar Laksono kepada Media Indonesia, Jumat (16/10).
Menurut dia, seluruh permohonan masih dalam
tahap verifikasi kelengkapan syarat-syarat. Masyarakat bisa melihat langsung
informasi mengenai ketiganya di situs resmi MK yakni www.mkri.id.
"Semua
masih dalm proses verifikasi. Baru sampe tahap itu," paparnya.
Seperti
diketahui bahwa pengajuan judicial review di MK memiliki sejumlah tahapan
setelah pengajuan permohonan diterima. Tahap berikutnya pemeriksaan
kelengkapan, perbaikan permohonan, registrasi, penyampaian salinan permohonan
dan pemberitahuan sidang pertama, pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan persidangan,
sidang pengucapan putusan dan terakhir penyerahan salinan putusan.
Kemudian
berdasarkan laman resmi MK, permohonan gugatan terbaru UU Cipta Kerja masuk
pada Kamis, (15/10) dari lima orang pemohon yakni Hakiimi Irawan Bangkid
Pamungkas berstatus sebagai karyawan swasta, Pelajar SMK Negeri 1 Ngawi Novita
Widyana, Mahasiswi Universitas Brawijaya Elin Dian Sulistiyowati, Mahasiswa
Universitas Negeri Malang Alin Septiana, dan Mahasiswa STKIP Modern Ngawi Ali
Sujito
Mereka menilai terdapat sejumlah cacat formil
dari proses pengesahan UU ini dengan mengacu pada UU tentang tentang
Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan (UU P3).
Sementara itu
dua permohonan lainnya mengenai gugatan materiil yang diajukan ke MK pada
Senin, (12/10). Gugatan pertama diajukan Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat
Pekerja Singaperbangsa.
Permohonan diwakili Ketua Umum Federasi Deni Sunarya dan Sekretaris Umum Muhammad Hafidz. Pasal yang diujikan yaitu Pasal 81 angka 15, 19, 25, 28 dan 44. Gugatan juga diajukan seorang pekerja kontrak bernama Dewa Putu Reza. Pasal-pasal yang diujikan Dewa Putu Reza yakni Pasal 59; Pasal 156 ayat (1),(2),(3); Pasal 79 ayat (2) b; Pasal 78 ayat (1) b. Pasal-pasal itu terkait dihapusnya batas waktu perjanjian kerja waktu tertentu, batas minimal pemberian pesangon dan uang penghargaan, serta istirahat mingguan selama dua hari untuk lima hari kerja.
(Sumber: mediaindonesia.com)