Apakah DBD Masih Ada? Bagaimana Peranan Bioteknologi dalam Kasus DBD di Balikpapan

img

Timothy Ariel Saputra

PENYAKIT Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegepty yang membawa virus dengue. Nyamuk aedes aegpty ini mudah sekali kita bedakan, dimana ciri-ciri nyamuk aedes dengan nyamuk yang lainnya yakni terdapat perbedaan garis strip putih pada bagian tubuhnya. Hal itu sudah melekat  sebagai identitas nyamuk aedes aegpty. Jika seseorang sudah terkena virus dengue, maka akan memiliki tanda tanda seperti demam tinggi yang mendadak, disertai dengan ataupun tanpa pendarahan. Jika darah kita di uji pada laboratorium, akan memiliki kadar trombosit yang rendah , yakni berkisar pada angka <100.000ul.

Penyebab umum yang biasa meningkatkan penyebaran kasus DBD biasanya terjadi karena curah hujan yang tinggi pada suatu wilayah, kemudian didukung dengan padatnya kependudukan menjadikan tempat penyerapan air menjadi berkurang, sehingga genangan-genangan air akan muncul , yang dimana tempat ini merupakan tempat alami nyamuk aedes aegpty untuk berkembang biak. Resiko yang ditimbulkan dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti perdarahan internal, maupun kerusakan organ, serta dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kematian. Maka sebab itu , jika kita merasakan gejala awal , seperti demam yang tinggi secara mendadak, serta terjadinya pendarahan , segera untuk memeriksakan darah kita ke laboratorium untuk memeriksa kadar trombosit kita, untuk memvalidasi gejala yang kita alami.

Kota Balikpapan sendiri merupakan kota Besar yang hampir dikatakan padat penduduk, dimana kota ini memiliki Curah Hujan yang tinggi, sehingga faktor ini mampu menjadi salah satu alasan DBD di Balikpapan meningkat pesat. Pada bulan Agustus 2022, berdasarkan data terakhir yang dirilis oleh pemerintah kota Balikpapan, dinyatakan bahwa kota Balikpapan berstatus demam berdarah , dikarenakan temuan kasus sebanyak 610 dengan 2 orang meninggal dunia. Dan bahkan kasus DBD di Provinsi Kalimantan Timur menjadi kasus yang tertinggi di luar pulau Jawa dan masuk 10 besar di Indonesia dengan kasus DBD mencapai 2.900 kasus.

Namun hal ini yang terjadi di kota Balikpapan belum dapat dikategorikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

Kepala Dinkes Kota Balikpapan Andi Sri Juliarti dalam pernyataannya akan berkomitmen untuk meneruskan  program-program yang telah ada, seperti memeriksa jentik nyamuk dari rumah kerumah, mempersiapkan cairan infus, dan koordinasi PMI dalam pemenuhan donor trombosit. Namun selain itu akan dilakukan penyemprotan ataupun fogging.

Dalam beberapa program yang direalisasikan, beberapa perlu dilakukan evaluasi , yang pertama mengenai pemantauan jentik dari tiap rumah, dalam kegiatan tersebut, selain pemantauan jentik tiap rumah, juga perlu dilakukan pemantauan setiap titik lokasi dirumah yang mampu menyebabkan genangan air, atau menampung air, jika terdapat bak penampungan yang ada , maka dapat dibantukan dengan penyediaan kelambu air, guna mencegah nyamuk untuk bertelur pada area air tersebut, kemudian untuk setiap area yang menyebabkan genangan dapat ditimbun menggunakan pasir ataupun bebatuan , guna mencegah timbulnya genangan air yang dapat menjadi sarang nyamuk, dan tak lain juga , pemantauan area pembuangan sampah, umumnya nyamuk dapat tinggal pada area gelap, solusinya dengan menyediakan tempat sampah tertutup untuk masing masing rumah.

Dalam penanganan kasus yang menggunakan fogging, lebih baik tidak perlu dilanjutkan, karena dapat diprediksi jika nyamuk seiring dengan berjalannya waktu akan mengalami resistensi terhadap paparan zat kimia yang ada, selain itu penggunaan ataupun penyemprotan fogging pada area rumah , akan menimbulkan permasalahan epidemiologi yang baru , dan akan menimbulkan bahaya Kesehatan bagi penduduk wilayah tersebut.

Sebagai mahasiswa Bioteknologi, ilmu dalam bioteknologi memiliki peran yang penting dalam pengendalian vector yang ada. Salah satu peran bioteknologi dalam mengendalikan penyakit DBD ialah dengan metode Genetically Modified Mosquito (GMM). Indonesia merupakan sebuah negara di kawasan tropis dimana dengan metode ini dapat digunakan sebagai langkah awal dalam menurunkan kasus DBD. GMM merupakan metode dalam pemberantasan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan dengan merekayasa genetika pada nyamuk jantan dengan memasukkan gen letal dominan yang dapat mengakibatkan keturunan nyamuk tersebut akan mati.

Secara sederhana, rekayasa genetika merupakan teknik eksperimental dan penelitian dengan mengubah gen atau DNA yang ada di dalam suatu makhluk hidup yang bertujuan untuk mengembangkan dan memperbaiki sifat dari makhluk hidup. Gen letal sendiri merupakan gen yang dapat mengakibatkan kematian pada suatu individu.

Prinsip dasar GMM sangat sederhana yakni membunuh nyamuk dengan nyamuk itu sendiri. Pemberantasan nyamuk vektor Aedes aegypti dengan GMM ini dapat mengurangi populasi nyamuk Aedes aegypti. Sehingga dengan berkurangnya populasi nyamuk Aedes aegypti sebanding dengan berkurangnya kasus DBD di kawasan tropik. (Penulis: Timothy Ariel Saputra, Mahasiswa Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta Semester 6, Tempat Tinggal di Balikpapan)