Pengadilan Negeri Berau: Lonjakan Signifikan Kasus Perceraian di Pertengahan 2024
POSKOTAKALTIMNEWS,
BERAU : Humas
Pengadilan Negeri Berau, Jafar Shodiq, mengungkapkan bahwa hingga pertengahan
tahun 2024, jumlah kasus perceraian yang diterima mencapai 416 perkara. Angka
ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan total 870
perkara yang diterima sepanjang tahun 2023.
Peningkatan jumlah kasus
perceraian ini mengindikasikan adanya berbagai masalah yang semakin kompleks di
tengah masyarakat Berau.
Menurut laporan dari Panitera
Hukum, perselisihan yang terjadi secara terus menerus menjadi penyebab utama
perceraian di wilayah Berau. Perselisihan ini dapat berupa konflik yang tak
kunjung selesai, komunikasi yang buruk, hingga ketidakcocokan karakter antara
pasangan.
Meskipun ada banyak faktor yang
berkontribusi, perselisihan yang berkepanjangan adalah alasan paling dominan dalam
kasus perceraian. Jafar Shodiq menjelaskan bahwa kasus judi, meskipun tidak
selalu terlaporkan secara spesifik dalam dokumen perceraian, sering kali
menjadi bagian dari perselisihan tersebut.
"Setiap hari saya sering
menghadapi kasus judi online yang memicu perselisihan dalam rumah tangga,"
ujar Jafar Shodiq, Rabu (10/7/2024).
Judi, khususnya judi online, telah
menjadi salah satu faktor pemicu konflik yang signifikan dalam rumah tangga,
meskipun tidak selalu disebutkan secara langsung dalam laporan perceraian.
Selain perselisihan, faktor lain
yang menyebabkan perceraian di Berau adalah meninggalkan salah satu pihak dan
masalah ekonomi. Ketidaksetiaan dalam pernikahan, baik yang bersifat fisik
maupun emosional, dapat menyebabkan kehancuran kepercayaan yang pada akhirnya
berujung pada perceraian.
Sementara itu, isu ekonomi,
seperti kesulitan finansial dan ketidakmampuan mengelola keuangan rumah tangga,
masih mendominasi dan menjadi penyebab signifikan perceraian di Berau.
Menariknya, Jafar mencatat bahwa
banyak pasangan muda, termasuk mereka yang baru menikah 1-5 tahun, sudah
mengajukan perceraian. Rata-rata usia yang mengajukan perceraian masih muda,
terutama dari generasi Z. Generasi ini mungkin menikah muda karena tren atau
tekanan sosial, tetapi sering kali belum siap secara emosional dan ekonomi
untuk menghadapi tantangan dalam pernikahan.
"Mereka mungkin belum
memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengelola emosi dan masalah
keuangan dengan baik," tambah Jafar.
Jafar juga menyoroti bahwa
meskipun laporan resmi tidak selalu mencatat judi sebagai penyebab utama
perceraian, banyak pihak yang melaporkan bahwa perselisihan mereka dipicu oleh
judi online. Judi online tidak hanya menyebabkan masalah keuangan tetapi juga
mengganggu keharmonisan rumah tangga, menyebabkan ketidakpercayaan dan konflik
yang berlarut-larut.
Sebagai Humas Pengadilan Negeri Berau, Jafar Shodiq berharap masyarakat lebih memahami pentingnya kesiapan emosional dan ekonomi sebelum memutuskan untuk menikah. Ia menekankan pentingnya komunikasi yang baik dalam mengatasi permasalahan rumah tangga.
"Kesiapan mental dan
finansial adalah kunci untuk membangun rumah tangga yang kokoh dan harmonis.
Pasangan yang memutuskan untuk menikah harus benar-benar siap menghadapi
berbagai tantangan yang mungkin muncul di kemudian hari," pesan Jafar.
(Sep/Nad)