PT MKI Didemo Ratusan Warga Loa Janan
TENGGARONG, Senin (16/10) pagi , ratusan warga Desa Bakungan,
Kecamatan Loa Janan, Kukar melakukan aksi demo di PT Mahaguna Karya Indonesia
(MKI).
Menurut, Udin warga melakukan aksi tersebut untuk miminta PT
Mahaguna Karya Indonesia (MKI) agar menghentikan aktivitas land clearing atau
pembukaan lahan mereka hingga perusahaan memenuhi kewajiban mereka yang hingga
kebun karet warga digusur tanpa ada kompensasi atau ganti rugi pihak
perusahaan.
"Kami minta pihak PT MKI menghentikan kegiatan land
clearing dengan alasan tanah warga yang sudah digusur belum dibebaskan tanam
tumbuhnya." Ujarnya
Dalam pertemuan tersebut telah disepakti dalam sebuah berita
acara diatas kertas yang ditandatangani diatasi materi oleh perwakilan PT MKI,
Irwansyah , dimana dalam berita acara itu menyatakan bahwa Pemerintah Desa Bakungan dan perwakilan PT MKI
sepakat tidak ada kegiatan land clearing, sebelum ada pembebasan tanam tumbuh
lahan warga.
Sejak 4 bulan terakhir, sekitar 60 warga Desa Bakungan, terutama
wilayah RT 10 tidak mendapatkan penghasilan lagi dari kebun karet mereka yang
masih produktif. Warga yang selama ini menggantungkan hidup dari hasil kebun
karet, kini menjadi mandek karena kebun karet mereka digusur akibat aktivitas
land clearing atau pembukaan lahan di Blok Loa Haur, Desa Bakungan oleh PT MKI.
Sejak 20 Juli 2017, PT MKI melakukan aktivitas pembukaan lahan di atas
lahan warga yang belum mendapatkan kompensasi atau ganti rugi atas rusaknya
lahan perkebunan warga. Padahal warga sekitar sudah puluhan tahun menanam pohon
karet hingga turun-temurun.
Sementara itu, Kades Bakungan, M Rahijal kepada awak media
mengatakan, masyarakatnya kecewa dengan pola pembebasan lahan oleh PT MKI yang
selama belum ada pembebasan tanam tumbuh. “Masyarakat kami berharap tanam
tumbuh segera dibayarkan karena selama ini mereka banyak menggantungkan hidup
di sektor pertanian. Dari desa sudah fasilitasi tapi sampai sekarang belum ada
titik temu. Masyarakat menolak tali asih Rp 20 juta oleh PT MKI,” ujarnya.
Kini perkiraan aktvitas pembukaan lahan sudah mencapai 100 haktar
dan warga RT 10 mengklaim sekitar 160 haktar lahan mereka yang dikelola
puluhan tahun terkena aktivitas pembukaan lahan oleh PT MKI. Dari pertemuan di
Kantor Desa Bakungan pada 7 Agustus 2017 lalu, tim negosiasi pihak perusahaan
menyampaikan harga ganti rugi lahan dan tanam tumbuh Rp 20 juta/ha, namun warga
menolak angka itu. Warga mengadukan persoalan itu ke pihak Kesultanan Kutai
pada 21 Agustus 2017. Hasil mediasi pihak Kesultanan disampaikan warga meminta
kompensasi lahan Rp 50 juta/ha dan tanam tumbuhnya sebesar Rp 400 juta/ha.
Namun Tim Pembebasann Lahan PT MKI belum bisa mengakomodir nilai kompensasi
yang diajukan warga melalui pihak kesultanan yang disampaikan melalui surat
pada 4 September 2017.
Sementara itu, di sisi lain, Firhan selaku Legal Eksternal PT
Indo Perkasa pun menyayangkan ada kegaduhan dalam aktivitas tambang tersebut.
Ia pun menuturkan jika PT Indo Perkasa selama ini memiliki perjanjian
kolaborasi terkait penggunaan lahan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH)
yang dimiliki PT Multi Harapan Utama (MHU). Perjanjian tersebut dilakukan pada
tahun 2013 antara kedua perusahaan. Pasalnya, IPPKH memang tidak boleh dipegang
oleh dua pihak yang berbeda di atas areal yang sama. Meski sudah memiliki
IPPKH, namun pembebasan lahan warga harus tetap dilakukan. Proses pembebasan
lahan ini pun sudah dilakukan oleh pihak PT Indo Perkasa."Jadi meskipun
sebuah perusahaan memiliki IPPKH, namun jika areal tersebut berada di lahan
warga harus tetap dibebaskan. Nah, PT Indo Perkasalah yang melakukan pembebasan
lahan milik warga tersebut." Katanya.
Belakangan, PT MKI selaku subkontraktor PT MHU menurutnya justru
menyurati perusahaan PT Indo Perkasa untuk mengosongkan areal stokfile dan
jetty yang sudah disepakati dalam kontrak dengan PT MHU. Pihaknya pun mengaku
heran lantaran keberadaan PT MKI sebenarnya tidak pernah ada dalam perjanjian
kontrak. Tak hanya itu, pemegang IPPKH menurutnya adalah pihak PT MHU namun
bukan PT MKI. "Ini merupakan perjanjian antara dua perusahaan. Bukan antar
personal. Perjanjian IPPKH tersebut juga hanya dimiliki satu pihak di areal
yang sama. Sedangkan kami PT Indo Perkasa sudah mengantongi izin kolaborasi
tersebut." Jelasnya.
Selain memiliki perjanjian dengan PT MHU, pihaknya juga sudah melakukan pembebasan lahan dengan warga untuk menguasai areal tersebut. Perjanjian kolaborasi tersebut menurutnya dilakukan pada tahun 2013. Dengan adanya perjanjian tersebut, ia pun mengharap tak ada pihak yang dirugikan. "Apalagi setahu kami, pihak PT MKI merupakan sub kontraktor, bukan dari pemegang izin pertambangan," ujarnya lagi.
Firhan pun berharap aparat bisa netral dan bersikap bijaksana
dengan hal ini. “Selain kasihan warga, kasihan juga perusahaan seperti kami
yang selama ini tidak pernah ada masalah dengan warga serta memberdayakan
masyarakat justru menjadi korbannya. “katanya. dra/poskotakaltimnews.com