Soal Gaji Eks Karyawan Belum Dibayar, PT Tunggang Parangan Tidak Tanggung Jawab Atas Kesalahan Management Lama

img

 ilustrasi

POSKOTAKALTIMNEWS.COM, KUKAR- Berkaitan dengan gaji eks karyawan PT Tunggang Parangan yang belum dibayarkan sejak 2017 lalu, manajemen PT Tunggang Parangan yang baru tidak bertanggung jawab atas kesalahan management yang dilakukan pada waktu tersebut.

Direktur Utama PT Tunggang Parangan Awang Muhammad Luthfi mengatakan, PT Tunggang Parangan statusnya pernah collabs pada waktu tersebut. Akibat collabsnya perusahaan berdampak terhadap karyawan sehingga terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Collabsnya perusahaan disebabkan karena dugaan korupsi yang dilakukan oleh Direktur sebelumnya, sehingga perusahaan ini bangkrut dan minus sekitar Rp. 32 milliar," kata Awang Muhammad Luthfi kepada Poskotakaltimnews, Minggu (29/1/2023).

PT Tunggang Parangan merupakan perusahaan daerah (perusda). Sebelumnya juga pemerintah daerah telah memberikan uang kepada PT Tunggang Parangan, untuk membayarkan pesangon karyawan. Namun uang tersebut tidak diberikan kepada karyawan.

"Uang tersebut dibelanjakan kembali untuk bisnis perusahaan, yang dilakukan oleh management sebelumnya. Sehingga kasus ini berkepanjangan," ungkapnya

Kata dia, PT Tunggang Parangan saat ini baru dihidupkan kembali.

"Jika memang mereka ingin melakukan demo, sita aset perusahaan, atau menutup perusahaan, silahkan bisa ajukan ke Kuasa Pemilik Modal (KPM) yakni pemerintah daerah," sebutnya.

Menurutnya, semua keputusan ada di pemerintah daerah, bagaimana solusinya? Karena kasus ini merupakan kasus perdata terhadap managemen  yang lama.

Dirinya juga telah mengetahui, kasus ini sudah pada tahap Mahkamah Agung (MA). Dan merupakan kasus perdata, jadi bayar semampunya, seperti perusahaan hanya mampu membayarkan per orang Rp. 5 juta atau 10 juta.

"Ini perusahaan bermasalah keuangan, minus, kemudian  collabs, dan bangkrut, kira kira perusahaan bangkrut dapat pesangon tidak, jadi akhirnya karyawan dirumahkan, dan di PHK. Dan mereka menuntut untuk dibayar gaji, sehingga masuk ke ranah hukum, di tahap MK, dan masuk kasus perdata, artinya semampu perusahaan," ucapnya.

"Namun pada kasus ini, oleh pemerintah daerah diberikan suntikan dana, untuk bayar pesangon itu semampunya. Tapi tidak dibayarkan, malah dibisniskan kembali," tutupnya.(riz)